Kisah Lapuk Jemiah; Merayu Sang Waktu (Part 1) Repost 7 Juni 2014

Tirai senja, sebuah sekat antara waktu dan hari-hari yang terus berlalu, melewati setiap episode yang tak kunjung usai, hanya ada perjuangan disetiap benak insan yang terlupakan. Tiada kata, tiada mantra, tiada secuplik kisahpun dapat menakhlukan hati sang waktu. Ia berlari dengan buasnya tak peduli seberapa banyak jiwa bersujud padanya, memohon kembali dalam suatu masa.  Namun semua rata, tak ada yang berhak menuntut jarum jam berbalik arah. Tidak. Tidak satupun mampu merayu sang waktu.
           
            Siapa yang tak ingin hidup senang dimasa tuanya? Sepertinya alasan sebagian besar masyarakat yang bersekolah hingga ke jenjang yang tinggi adalah salah satunya karena tak ingin susah dimasa tuanya. Namun bagaimana dengan mereka yang terlanjur tak mempunyai harapan, selain menjalani pilihan untuk tidak bersekolah? Terpaksa memilih untuk tidak bersekolah dimasa mudanya hanya menyisakan segelintir penyesalan saja.

            “Dulu saya sebenarnya pengen sekolah, mbak. Tapi ya gimana lagi, nggak boleh sama orang tua. Saya orangnya nggak berani mbantah orang tua, manut saja sama yang dikatakan orang tua. Jaman dulu anak perempuan itu nggak perlu sekolah, kalaupun sekolah paling ujung-ujungnya kembali ke dapur.”

             Begitulah serentetan pengakuan Jemiah yang membuat kita berpikir begitu kontrasnya masa muda orang-orang yang hidup dijaman dulu dan dijaman sekarang. Begitu besar keinginan mereka untuk bersekolah namun begitu besar juga rintangan yang menghadang. Membuat mereka semakin sulit untuk mewujudkan impian. Sedang sekarang, begitu banyak jalan untuk menempuh pendidikan, namun begitu banyak pula jiwa muda yang menyia-nyiakannya. Malas mengerjakan tugas, membolos, mencontek, hingga membeli kunci jawaban UNAS adalah sederet contoh krisis idealisme pada anak muda jaman sekarang.

              Andai mereka menilik kisah hidup Jemiah, andai mereka bertukar hidup sehari saja dengan Jemiah, andai mereka merasakan apa yang dirasakan Jemiah dimasa tua, akankah jiwa-jiwa muda ini terus bersantai-santai di masa yang seharusnya mereka perjuangkan demi masa tua yang bahagia? Sebelum waktu benar-benar merenggut kesempatan dan hanya menyisakan penyesalan.



            
To be continued ...


Komentar