Waktu Masih Belajar Nulis: Kriminal Itu Salah Besar (?) Repost from 02 Oktober 2014

Baja dan Kisah Kriminalnya

Untuk putung rokok yang kesekian kali dimatikannya selama berbicara denganku, Baja, mungkin bagi dunia dia hanya unsur terkecil dari semesta yang tidak terlihat bahkan terabaikan. Tapi sebenarnya dia adalah patahan kisah dari perputaran dari sekian luas dunia kriminalitas. Hampir semua manusia memiliki konsep serupa tentang kriminalitas. Hampir setiap manusia membenci seorang maling. Hampir setiap manusia mengutuk seorang berandalan. Dan hampir setiap manusia menghakimi tangan kanan bandar narkoba. Setiap manusia menciptakan realitasnya sendiri-sendiri, padahal fakta yang terjadi belum tentu sama persis dengan realitas itu.

Bisakah kita mengerti bagaimana rasanya jadi maling, bagaimana rasanya jadi berandalan, atau bagaimana rasanya jadi tangan kanan Bandar narkoba, sedangkan kita hanya melihat apa yang terjadi, bukan menjalani. Lalu, bagaimana bisa kita menjudge bahwa mereka itu salah besar sedangkan kita tidak pernah bisa sepenuhnya mengetahui fakta yang sedang terjadi?

Itu yang seharusnya dipertanyakan pada mereka yang selalu berbicara buruk tentang Baja. Setiap orang yang hanya melihatnya dari luar, pasti cuma bisa menghakiminya saja. Sebenarnya ia sama seperti orang lain, hanya saja hidupnya sedikit lebih dekat dengan hal-hal yang berbau kriminalitas. Sampai-sampai dia terbiasa dengan hal itu dan tidak takut akan apapun yang bisa saja mengancamnya sewaktu-waktu. Baja banyak mengalami kejadian kriminal, pernah menjadi korban bahkan pernah melakukan, hingga ia punya konsep sendiri tentang kriminalitas.

Apapun yang orang katakan tentang Baja selama ini, hanya tertampung dalam memori dan berharap suatu saat waktu yang akan menunjukkan kebenarannya. Dan mungkin inilah saatnya.

Baja, bukan nama asli dari lelaki yang tidak asing bagiku, yang dulu adalah kekasihku, yang sekarang menjadi teman baikku. Ia datang setelah kepergiannya beberapa tahun yang lalu akibat rentetan kasus yang menimpanya dan membuatnya dikeluarkan dari sekolah waktu itu.
Pacarnya Maling







Tahun 2008 ketika kami masih duduk di bangku kelas 2 SMP, kasus buruk menimpa Baja. Latar Belakang keluarga yang broken home membuatnya semakin dekat dengan dunia luar dengan berbagai pengertian yang ia temukan sendiri. Banyak yang bilang Baja itu berandalan, suka berantem, suka balapan, ngerokok, suka mabuk, suka mainin perempuan, dan berbagai judge buruk lainnya yang terus menerpa telingaku waktu itu. Ketika guru BP ku bertanya kenapa aku mau jadi pacarnya Baja, ku jawab dengan simplenya bahwa yang terjadi padaku tidak begitu, tapi justru sebaliknya, Baja sangat baik terhadapku. Waktu itu tidak ada yang tau seberapa besar dia jadi pahlawan di hari-hari terburukku sekolah di salah satu SMP Negeri di kota Sidoarjo.

Tidak ada yang mau berteman denganku setelah seseorang memfitnahku yang bukan-bukan, tapi Baja malah memintaku menjadi pacarnya. Dia bisa menggantikan posisi sekian ratus siswa SMP yang seharusnya jadi temanku waktu itu andai aku tidak dibenci karena fitnah. Aku tidak butuh apa-apa lagi saat itu, aku punya Baja dan itu sudah lebih dari cukup.

Dan hingga sekarang jika seseorang bertanya kepadaku kenapa aku masih berkomunikasi baik dengan Baja, jawabannya tetap sama, karena Baja baik terhadapku. Aku tidak pernah peduli dengan siapa aku sedang berbicara dan bagaimana latar belakangnya, yang kupedulikan hanyalah bagaimana seseorang memperlakukanku, selebihnya apapun yang ia lakukan diluar aku, kurasa itu hak dan kebebasan setiap manusia yang tidak bisa diganggu gugat.

Kira-kira di akhir bangku kelas 2 SMP kasus itupun datang menimpa Baja. Baja diajak kedua temannya, Faton dan oka untuk mencuri uang dan HP milik teman perempuan saat pelajaran olahraga. Rencana itupun berhasil. Lalu kedua temannya itu berencana melakukan aksi pembegalan pada teman lainnya bernama Zonny dengan cara melakukan penganiayaan pada Zonny lalu merampas motor Mio nya. Namun rencana itu digagalkan oleh Baja. Baja yang mengetahui hal itu memberi peringatan pada Zonny supaya pada hari dimana rencana pembegalan itu dilakukan, Zonny tidak lewat jalan di daerah suko (Sidoarjo) karena Faton dan Oka sudah menunggunya untuk melakukan aksi itu. Namun sepertinya mereka tahu bahwa Baja berusaha menggagalkan aksi mereka, dan akhirnya Baja pun dijebak.

Uang dan HP yang berhasil mereka curi dijadikan alat untuk menjebak Baja. Mereka menaruhnya di jok motor Baja, dan Baja sama sekali tidak menyadarinya. Pada malam harinya, Faton dan Oka datang kerumah Baja bersama Pak Med, salah satu guru yang menangani kasus pencurian tersebut. Baja tidak bisa mengelak lagi karena barang bukti ada didirinya. Pak Med terus menyalahkan Baja dan memarahi ibunya Baja. Baja tidak suka akan hal itu, ia tidak mau ibunya terus-terusan disalahkan hingga ia menerima apa yang terjadi waktu itu, dan ia pun dikeluarkan dari sekolah. Faton juga dikeluarkan dari sekolah, tetapi oka tidak.

Sejak itu aku sudah tidak lagi bertemu dengan Baja. Sebelum dia terkena kasus itu sebenarnya kami sudah tidak pacaran. Tapi tetap saja guru-guru dan teman-temanku semakin menyalahkan aku yang sudah mau jadi pacarnya Baja. Mereka bilang aku salah besar karena pacaran sama maling. Aku benci sekali disalahkan, padahal mereka tidak tahu bagaimana aku memandang Baja, menilai Baja, bukannya setiap orang punya penilaian sendiri terhadap orang lain? Aku memang tidak suka Baja berbuat seperti itu tapi aku rasa guru-guru dan teman-temanku juga tidak sepantasnya berbicara seperti itu kepadaku. Dan aku percaya, penjahat yang sesungguhnya saat itu bukanlah Baja, tapi mereka, mereka yang tidak punya hati dengan menghakimi kami sesuka hati mereka sendiri.





Baja Dipalak, Baja Dibegal




 

Senja mulai meredup, tidak terasa pembicaraanku dengan Baja membuat waktu yang berjam-jam jadi seperti beberapa menit saja. Lagi-lagi untuk kesekian kalinya ia melempar dan menginjak putung rokok yang hampir habis. Entah berapa batang yang sudah ia habiskan selama berbicara denganku, tapi kurasa ia tidak bisa bernafas tanpa rokok. Ia tidak juga berhenti merokok, setiap habis, ia selalu nyalakan lagi dan begitu seterusnya.

Baja sering membawaku ke warung yang banyak pohon ceresnya itu kalau aku mau bertemu dia. Lokasinya tidak jauh dari Jl. Pagerwojo, Sidoarjo. Disitu ia menceritakan banyak hal tentang pengalaman hidupnya selama ini. Pernah membantu temannya melakukan tindak kriminal bukan berarti ia tidak bisa menjadi korban kriminalitas juga. Setelah ia di keluarkan dari sekolah, ia dimasukkan kesebuah pondok pesantren oleh ibunya. Berharap Baja bisa menjadi pribadi yang lebih baik.
Namun Pada tahun 2009 ketika ia akan menghadapi ujian di pondok, ia malah pulang ke rumah dan tidak ikut ujian karena kakak perempuannya dalam posisi down. Mereka sama-sama dari satu keluarga yang sudah broken home, tapi berbeda dengan Baja, kakak perempuan Baja sangat rapuh sehingga membuat Baja memutuskan untuk pulang kerumah. Namun ternyata ibunya malah marah dan mengusir Baja. Mungkin saat itu ibunya hanya emosi, tidak sengaja dan tidak bermaksut mengusir, namun Baja tetap pergi dan selama satu tahun tidak kembali kerumahnya lagi.

Disitulah Baja merasakan pahit manisnya hidup. Ia harus bertahan hidup sendiri, mencari uang sendiri. Ia merasakan bagaimana hidup dijalan, bagaimana rasanya kelaparan, bagaimana rasanya dalam keadaan terhimpit dan tidak punya uang. Selama 2 bulan ia hidup dibali. Bekerja sebagai pengemudi Speed Boat dan membersihkan lintasan arena balap dilakukannya demi bertahan hidup. Selama 2 bulan itu ia berhasil mengumpulkan uang sebesar 4 juta dan akhirnya pindah ke Jakarta. Selama 3,5 bulan hidup di Jakarta ia bekerja sebagai calo tiket pesawat. Per 20 tiket yang berhasil ia jual, ia mendapatkan uang sekitar 1,5 juta. Dan sisanya sekitar 4,5 bulan ia habiskan di Bandung dengan bekerja sebagai waitress di Cimahi. Ia bekerja dari jam 11 malam hingga jam 3 pagi dengan gaji 750 ribu perbulan.

Merantau ke kota Bandung ternyata tidak semulus seperti yang dikira. Pertama kali ke kota itu, Baja sudah harus tertimpa musibah. Ia dipalak oleh geng motor Brigez. Saat itu kejadiannya bermula ketika suatu malam ia pergi ke sebuah warung. Ada beberapa orang laki-laki yang mengajaknya mengobrol. Dari situ mereka tahu bahwa Baja adalah seorang perantau karena logatnya yang berbeda dengan logat sunda. Mereka bilang bahwa Baja tidak usah membayar kopi dan rokok yang dipesan Baja karena mereka yang akan membayarnya. Namun Baja tidak mau, ia merasa tidak enak jika tidak membayar karena ia orang baru disana. Sepulangnya dari warung tersebut, pemalakan itupun terjadi. Dijalan ia didatangi 3 motor yang mengepungnya dan memaksanya menyerahkan semua uangnya,jika tidak mereka mengancam akan membunuh Baja. Terpaksa Baja menyerahkan uang 800 ribu yang ia punyai dari sakunya, dan ia pun selamat.

Selama ia hidup sendiri dengan segala resiko yang mengancam itu, Baja menjadi semakin belajar dari pengalaman yang telah banyak terjadi. Ia jadi semakin berfikir dan terbayang akan masalalu dan kesalahannya ketika di SMP. Baja sadar bahwa ia sudah banyak mengecewakan orang-orang disekitarnya. Oleh karena itu Baja kembali ke kota Sidoarjo dan bermaksut untuk menemui dan meminta maaf pada setiap orang yang merasa kecewa kepadanya. Merantau selama 1 tahun membuatnya terlambat masuk SMA. Baja baru masuk SMA setelah aku naik ke bangku kelas 2 SMA.

Saat itu sekitar tahun 2010 ketika Baja duduk di bangku kelas 1 SMA di salah satu SMA swasta didaerah Siwalan Panji, Sidoarjo, ia kembali mengalami musibah yang membuatnya menjadi korban kriminalitas lagi. Suatu malam sepulang dari futsal bersama teman-temannya, Baja melewati Jl Rangkah Lor Sidoarjo dengan mengendarai motornya sendirian. Tiba-tiba dijalan ia dikepung oleh 3 motor yang melakukan aksi pembegalan terhadapnya. Jalanan itu memang selalu sepi setiap malam. Pelaku pembegalan memaksanya menyerahkan HP dan dompet miliknya, Baja sempat melawan tetapi ia tetap tidak bisa mengalahkan para pelaku itu sendirian.

Setelah itu mereka memaksa Baja membuka helm nya dan memukul telinganya dengan batu besar supaya ia tidak sadarkan diri. Baja pun tergeletak. Para pelaku sebenarnya juga hendak mengambil motor Baja, namun kebetulan ada sebuah mobil yang lewat dan hendak menolong Baja, sehingga mereka kabur satu persatu dan tidak jadi membawa motor itu. Baja yang masih setengah sadar malah ketakutan dengan mobil yang datang tersebut, ia langsung kabur dengan sekuat tenaga mengendarai motornya. Sampai di daerah Bluru Kidul, Sidoarjo, Baja sudah tidak kuat dan jatuh tergeletak dijalan. Disitu ia ditolong oleh warga sekitar dan dibawa ke rumah sakit Siti Hajar.

Baja dipalak, Baja dibegal. Baja bilang semua yang pernah terjadi dalam hidupnya membuat ia belajar. Baja bilang ia sekarang jadi berfikir dua kali sebelum melakukan sesuatu. Baja bilang masih banyak kisah lain yang ia alami. Mungkin membuat Baja jadi terbiasa. Baja bilang sekarang ia jadi tidak takut pada apapun. Dan Baja bilang setiap hal didunia ini memiliki resiko, sekecil apapun itu.

Tangan Kanan Bandar Narkoba



 


Aku masih ingin tahu banyak hal tentang Baja. Namun petang tidak dapat ditunda, Baja harus pergi kekampus untuk kuliah. Aku putuskan untuk ikut dia ke kampusnya dan mendengarkan cerita lainnya lagi. Baja kalau menyetir motor kencang sekali seperti pembalap. Tapi anehnya dia bisa mengendarai kencang sambil bercerita banyak hal di jalan.
  Waktu itu Tahun 2012, aku duduk di bangku kuliah semester 1 dan Baja baru naik ke kelas 3 SMA. Baja dikenalkan oleh temannya kepada seorang Bandar Narkoba yang memberinya pekerjaan dengan bayaran yang cukup menggiurkan. Tugasnya hanyalah mengantar 10 ons Sabu-Sabu dari Jakarta ke Bogor dengan bayaran 7 juta. Sabu-Sabu itu diselipkan di ikat pinggangnya selama perjalanan. Ia mengendarai motor dengan sangat waspada karena saat itu resikonya adalah masuk penjara atau mati. Masuk penjara jika sewaktu-waktu ia tertangkap polisi di jalan. Dan resiko mati adalah karena Baja tahu saat itu ia sedang diikuti anak buah dari Bandar Narkoba yang memberinya pekerjaan tersebut. Baja bilang ia tidak bisa percaya begitu saja pada anak buah Bandar narkoba itu, meskipun ia dikawal dan diawasi.
           
“Kita nggak pernah tau, namanya penjahat, ya jahat. Aku nggak bisa percaya sama mereka gitu aja, makanya dijalan aku berusaha menghindar dari mereka sampai mereka nggak bisa ngikutin aku,” Katanya.
            “Kenapa?” Tanyaku
            “Ya bisa aja kan mereka malah berniat jahat, iya kalau aku diikutin Cuma diawasin, kalo dijalan aku dibunuh, gimana? kan lumayan mereka bisa bawa kabur barangnya terus bilang sama bosnya kalo aku ketangkap polisi dijalan. Nah kalo udah gitu mereka untung 10 ons sabu dong.” Jelasnya kepadaku.

Sebenarnya ini yang kedua kalinya Baja mengantar barang haram itu demi bayaran yang cukup menggiurkan. Tapi disisi lain, Baja melakukan itu karena terpaksa. Baja harus dapat uang untuk biaya masuk kuliah. Sekali lagi, Bagaimana kita bisa menghakimi seseorang yang menjadi tangan kanan Bandar narkoba jika kita hanya mengetahui kejadiannya, bukan mengalaminya? Bagaimana kita bisa tahu rasanya jadi dia?

            “Aku juga nggak mungkin kerja gituan selamanya. Itukan karna pas lagi kepepet. Iya kalo mulus terus, kalo waktunya apes?” Pungkasnya.
            “Orang yang udah punya pengalaman, tau asinnya garam, pasti untuk kedepannya dipikirin dua kali kalo mau ngelakuin sesuatu. Orang yang udah pernah jatuh ke lubang, trus jatuh lagi ke lubang yang sama, itu berarti dia bodoh.” Imbuhnya.


Aku terus memperhatikannya berbicara dan mendengarkan baik-baik setiap perkataanya. Sampai sekarang aku tidak bisa menemukan alasan yang baik untuk aku bisa sependapat dengan mereka yang bilang bahwa Baja itu salah besar, Baja itu buruk, dan Baja itu akan tetap buruk sampai kapanpun. Aku bingung harus mencari kebencian dari titik mana lagi agar aku bisa berfikir sama seperti mereka diluar sana yang banyak berfikir negatif tentang Baja.

Aku bertanya pada Baja bagaimana dengan mereka yang suka menjudge seenaknya. Dia bilang dia tidak perduli, dia hanya perlu buktikan kalau dia tidak seperti yang orang lain katakan. Dia hanya perlu buktikan bahwa dia bukan Baja yang dulu. Sepertinya setiap manusia punya masa lalu yang tidak sempurna, dan itu wajar karena manusia bukan Tuhan. Sepertinya sangat bodoh sekali mereka yang terus-terusan berkutat dengan judgment dan rasa kecewa nya berlarut-larut, toh itu tidak terjadi lagi hari ini, toh manusia hidup dihari ini, bukan di masa lalu.

Aku bertanya lagi pada Baja, apa semua judgment itu jadi semakin mengurangi kebahagiaannya, dan dia jawab “tidak”. Baja bilang kebahagiaan itu nggak dikasih, tapi kita sendiri yang buat. Tergantung manusianya mau bahagia atau tidak. Kalau Baja, dia tidak mau terlalu memikirkan semua judgment itu sehingga sampai sekarang dia merasa bahagia-bahagia saja.

Baja Yang Sekarang

Baja, Baja, mungkin semesta benar-benar berharap kamu jadi kamu yang baru. Baja, Baja, mungkin hidupmu tidak sesempurna yang mereka tuntutkan terhadapmu. Tapi Baja, Kamu bertahan dan membuktikan kamu yang sekarang bukan seperti kamu yang dulu. Suatu saat waktu yang akan menunjukkan. Suatu saat mereka tidak akan mengenangmu sebagai seorang maling lagi, atau berandalan lagi, atau tangan kanan Bandar narkoba lagi.

Aku percaya, setiap hal, bahkan kriminalitas, punya alasan tersendiri mengapa itu muncul dan menjadi bagian dari semesta. Dan setiap orang memiliki realitas yang berbeda-beda, tapi aku percaya hanya ada satu fakta.

Baja yang sekarang hanya ingin fokus dengan kuliah dan pekerjaannya. Baja kuliah di salah satu sekolah tinggi ilmu ekonomi di Surabaya dan mengambil kelas malam. Sedangkan pagi hingga sorenya ia bekerja di salah satu dealer motor di Sidoarjo. Sekarang tujuan hidup Baja adalah fokus untuk kuliah, cita-citanya menjadi musisi, dan pekerjaannya untuk meraih kesuksesan dimasa depan. (Rosa Brigitta Angelina Ayudila)










Komentar