Baja dan Kisah Kriminalnya
Untuk putung rokok yang
kesekian kali dimatikannya selama berbicara denganku, Baja, mungkin bagi dunia
dia hanya unsur terkecil dari semesta yang tidak terlihat bahkan terabaikan. Tapi
sebenarnya dia adalah patahan kisah dari perputaran dari sekian luas dunia
kriminalitas. Hampir semua manusia memiliki konsep serupa tentang kriminalitas.
Hampir setiap manusia membenci seorang maling. Hampir setiap manusia mengutuk
seorang berandalan. Dan hampir setiap manusia menghakimi tangan kanan bandar
narkoba. Setiap manusia menciptakan realitasnya sendiri-sendiri, padahal fakta
yang terjadi belum tentu sama persis dengan realitas itu.
Bisakah kita mengerti
bagaimana rasanya jadi maling, bagaimana rasanya jadi berandalan, atau
bagaimana rasanya jadi tangan kanan Bandar narkoba, sedangkan kita hanya
melihat apa yang terjadi, bukan menjalani. Lalu, bagaimana bisa kita menjudge
bahwa mereka itu salah besar sedangkan kita tidak pernah bisa sepenuhnya
mengetahui fakta yang sedang terjadi?
Itu yang seharusnya
dipertanyakan pada mereka yang selalu berbicara buruk tentang Baja. Setiap
orang yang hanya melihatnya dari luar, pasti cuma bisa menghakiminya saja.
Sebenarnya ia sama seperti orang lain, hanya saja hidupnya sedikit lebih dekat
dengan hal-hal yang berbau kriminalitas. Sampai-sampai dia terbiasa dengan hal
itu dan tidak takut akan apapun yang bisa saja mengancamnya sewaktu-waktu. Baja
banyak mengalami kejadian kriminal, pernah menjadi korban bahkan pernah
melakukan, hingga ia punya konsep sendiri tentang kriminalitas.
Apapun yang orang
katakan tentang Baja selama ini, hanya tertampung dalam memori dan berharap
suatu saat waktu yang akan menunjukkan kebenarannya. Dan mungkin inilah
saatnya.
Baja, bukan nama asli
dari lelaki yang tidak asing bagiku, yang dulu adalah kekasihku, yang sekarang
menjadi teman baikku. Ia datang setelah kepergiannya beberapa tahun yang lalu
akibat rentetan kasus yang menimpanya dan membuatnya dikeluarkan dari sekolah
waktu itu.
Pacarnya Maling
Tahun 2008 ketika kami
masih duduk di bangku kelas 2 SMP, kasus buruk menimpa Baja. Latar Belakang
keluarga yang broken home membuatnya semakin dekat dengan dunia luar dengan
berbagai pengertian yang ia temukan sendiri. Banyak yang bilang Baja itu
berandalan, suka berantem, suka balapan, ngerokok, suka mabuk, suka mainin
perempuan, dan berbagai judge buruk lainnya yang terus menerpa telingaku waktu
itu. Ketika guru BP ku bertanya kenapa aku mau jadi pacarnya Baja, ku jawab
dengan simplenya bahwa yang terjadi padaku tidak begitu, tapi justru
sebaliknya, Baja sangat baik terhadapku. Waktu itu tidak ada yang tau seberapa
besar dia jadi pahlawan di hari-hari terburukku sekolah di salah satu SMP
Negeri di kota Sidoarjo.
Tidak ada yang mau
berteman denganku setelah seseorang memfitnahku yang bukan-bukan, tapi Baja
malah memintaku menjadi pacarnya. Dia bisa menggantikan posisi sekian ratus
siswa SMP yang seharusnya jadi temanku waktu itu andai aku tidak dibenci karena
fitnah. Aku tidak butuh apa-apa lagi saat itu, aku punya Baja dan itu sudah
lebih dari cukup.
Dan hingga sekarang
jika seseorang bertanya kepadaku kenapa aku masih berkomunikasi baik dengan
Baja, jawabannya tetap sama, karena Baja baik terhadapku. Aku tidak pernah
peduli dengan siapa aku sedang berbicara dan bagaimana latar belakangnya, yang
kupedulikan hanyalah bagaimana seseorang memperlakukanku, selebihnya apapun
yang ia lakukan diluar aku, kurasa itu hak dan kebebasan setiap manusia yang
tidak bisa diganggu gugat.
Kira-kira di akhir
bangku kelas 2 SMP kasus itupun datang menimpa Baja. Baja diajak kedua
temannya, Faton dan oka untuk mencuri uang dan HP milik teman perempuan saat
pelajaran olahraga. Rencana itupun berhasil. Lalu kedua temannya itu berencana
melakukan aksi pembegalan pada teman lainnya bernama Zonny dengan cara
melakukan penganiayaan pada Zonny lalu merampas motor Mio nya. Namun rencana
itu digagalkan oleh Baja. Baja yang mengetahui hal itu memberi peringatan pada
Zonny supaya pada hari dimana rencana pembegalan itu dilakukan, Zonny tidak
lewat jalan di daerah suko (Sidoarjo) karena Faton dan Oka sudah menunggunya
untuk melakukan aksi itu. Namun sepertinya mereka tahu bahwa Baja berusaha
menggagalkan aksi mereka, dan akhirnya Baja pun dijebak.
Uang dan HP yang
berhasil mereka curi dijadikan alat untuk menjebak Baja. Mereka menaruhnya di
jok motor Baja, dan Baja sama sekali tidak menyadarinya. Pada malam harinya,
Faton dan Oka datang kerumah Baja bersama Pak Med, salah satu guru yang
menangani kasus pencurian tersebut. Baja tidak bisa mengelak lagi karena barang
bukti ada didirinya. Pak Med terus menyalahkan Baja dan memarahi ibunya Baja.
Baja tidak suka akan hal itu, ia tidak mau ibunya terus-terusan disalahkan
hingga ia menerima apa yang terjadi waktu itu, dan ia pun dikeluarkan dari
sekolah. Faton juga dikeluarkan dari sekolah, tetapi oka tidak.
Sejak itu aku sudah
tidak lagi bertemu dengan Baja. Sebelum dia terkena kasus itu sebenarnya kami
sudah tidak pacaran. Tapi tetap saja guru-guru dan teman-temanku semakin
menyalahkan aku yang sudah mau jadi pacarnya Baja. Mereka bilang aku salah
besar karena pacaran sama maling. Aku benci sekali disalahkan, padahal mereka
tidak tahu bagaimana aku memandang Baja, menilai Baja, bukannya setiap orang
punya penilaian sendiri terhadap orang lain? Aku memang tidak suka Baja berbuat
seperti itu tapi aku rasa guru-guru dan teman-temanku juga tidak sepantasnya
berbicara seperti itu kepadaku. Dan aku percaya, penjahat yang sesungguhnya
saat itu bukanlah Baja, tapi mereka, mereka yang tidak punya hati dengan
menghakimi kami sesuka hati mereka sendiri.
Baja Dipalak, Baja Dibegal
Senja mulai meredup,
tidak terasa pembicaraanku dengan Baja membuat waktu yang berjam-jam jadi
seperti beberapa menit saja. Lagi-lagi untuk kesekian kalinya ia melempar dan
menginjak putung rokok yang hampir habis. Entah berapa batang yang sudah ia
habiskan selama berbicara denganku, tapi kurasa ia tidak bisa bernafas tanpa
rokok. Ia tidak juga berhenti merokok, setiap habis, ia selalu nyalakan lagi
dan begitu seterusnya.
Baja sering membawaku
ke warung yang banyak pohon ceresnya itu kalau aku mau bertemu dia. Lokasinya
tidak jauh dari Jl. Pagerwojo, Sidoarjo. Disitu ia menceritakan banyak hal
tentang pengalaman hidupnya selama ini. Pernah membantu temannya melakukan
tindak kriminal bukan berarti ia tidak bisa menjadi korban kriminalitas juga.
Setelah ia di keluarkan dari sekolah, ia dimasukkan kesebuah pondok pesantren oleh
ibunya. Berharap Baja bisa menjadi pribadi yang lebih baik.
Namun Pada tahun 2009
ketika ia akan menghadapi ujian di pondok, ia malah pulang ke rumah dan tidak
ikut ujian karena kakak perempuannya dalam posisi down. Mereka sama-sama dari
satu keluarga yang sudah broken home, tapi berbeda dengan Baja, kakak perempuan
Baja sangat rapuh sehingga membuat Baja memutuskan untuk pulang kerumah. Namun
ternyata ibunya malah marah dan mengusir Baja. Mungkin saat itu ibunya hanya
emosi, tidak sengaja dan tidak bermaksut mengusir, namun Baja tetap pergi dan
selama satu tahun tidak kembali kerumahnya lagi.
Disitulah Baja
merasakan pahit manisnya hidup. Ia harus bertahan hidup sendiri, mencari uang
sendiri. Ia merasakan bagaimana hidup dijalan, bagaimana rasanya kelaparan,
bagaimana rasanya dalam keadaan terhimpit dan tidak punya uang. Selama 2 bulan
ia hidup dibali. Bekerja sebagai pengemudi Speed Boat dan membersihkan lintasan
arena balap dilakukannya demi bertahan hidup. Selama 2 bulan itu ia berhasil
mengumpulkan uang sebesar 4 juta dan akhirnya pindah ke Jakarta. Selama 3,5
bulan hidup di Jakarta ia bekerja sebagai calo tiket pesawat. Per 20 tiket yang
berhasil ia jual, ia mendapatkan uang sekitar 1,5 juta. Dan sisanya sekitar 4,5
bulan ia habiskan di Bandung dengan bekerja sebagai waitress di Cimahi. Ia
bekerja dari jam 11 malam hingga jam 3 pagi dengan gaji 750 ribu perbulan.
Merantau ke kota
Bandung ternyata tidak semulus seperti yang dikira. Pertama kali ke kota itu,
Baja sudah harus tertimpa musibah. Ia dipalak oleh geng motor Brigez. Saat itu
kejadiannya bermula ketika suatu malam ia pergi ke sebuah warung. Ada beberapa
orang laki-laki yang mengajaknya mengobrol. Dari situ mereka tahu bahwa Baja
adalah seorang perantau karena logatnya yang berbeda dengan logat sunda. Mereka
bilang bahwa Baja tidak usah membayar kopi dan rokok yang dipesan Baja karena
mereka yang akan membayarnya. Namun Baja tidak mau, ia merasa tidak enak jika
tidak membayar karena ia orang baru disana. Sepulangnya dari warung tersebut,
pemalakan itupun terjadi. Dijalan ia didatangi 3 motor yang mengepungnya dan
memaksanya menyerahkan semua uangnya,jika tidak mereka mengancam akan membunuh
Baja. Terpaksa Baja menyerahkan uang 800 ribu yang ia punyai dari sakunya, dan
ia pun selamat.
Selama ia hidup sendiri
dengan segala resiko yang mengancam itu, Baja menjadi semakin belajar dari
pengalaman yang telah banyak terjadi. Ia jadi semakin berfikir dan terbayang
akan masalalu dan kesalahannya ketika di SMP. Baja sadar bahwa ia sudah banyak
mengecewakan orang-orang disekitarnya. Oleh karena itu Baja kembali ke kota
Sidoarjo dan bermaksut untuk menemui dan meminta maaf pada setiap orang yang
merasa kecewa kepadanya. Merantau selama 1 tahun membuatnya terlambat masuk
SMA. Baja baru masuk SMA setelah aku naik ke bangku kelas 2 SMA.
Saat itu sekitar tahun
2010 ketika Baja duduk di bangku kelas 1 SMA di salah satu SMA swasta didaerah
Siwalan Panji, Sidoarjo, ia kembali mengalami musibah yang membuatnya menjadi
korban kriminalitas lagi. Suatu malam sepulang dari futsal bersama
teman-temannya, Baja melewati Jl Rangkah Lor Sidoarjo dengan mengendarai
motornya sendirian. Tiba-tiba dijalan ia dikepung oleh 3 motor yang melakukan
aksi pembegalan terhadapnya. Jalanan itu memang selalu sepi setiap malam.
Pelaku pembegalan memaksanya menyerahkan HP dan dompet miliknya, Baja sempat
melawan tetapi ia tetap tidak bisa mengalahkan para pelaku itu sendirian.
Setelah itu mereka
memaksa Baja membuka helm nya dan memukul telinganya dengan batu besar supaya
ia tidak sadarkan diri. Baja pun tergeletak. Para pelaku sebenarnya juga hendak
mengambil motor Baja, namun kebetulan ada sebuah mobil yang lewat dan hendak
menolong Baja, sehingga mereka kabur satu persatu dan tidak jadi membawa motor
itu. Baja yang masih setengah sadar malah ketakutan dengan mobil yang datang
tersebut, ia langsung kabur dengan sekuat tenaga mengendarai motornya. Sampai
di daerah Bluru Kidul, Sidoarjo, Baja sudah tidak kuat dan jatuh tergeletak
dijalan. Disitu ia ditolong oleh warga sekitar dan dibawa ke rumah sakit Siti
Hajar.
Baja dipalak, Baja
dibegal. Baja bilang semua yang pernah terjadi dalam hidupnya membuat ia
belajar. Baja bilang ia sekarang jadi berfikir dua kali sebelum melakukan
sesuatu. Baja bilang masih banyak kisah lain yang ia alami. Mungkin membuat
Baja jadi terbiasa. Baja bilang sekarang ia jadi tidak takut pada apapun. Dan
Baja bilang setiap hal didunia ini memiliki resiko, sekecil apapun itu.
Tangan Kanan Bandar Narkoba
Aku masih ingin tahu
banyak hal tentang Baja. Namun petang tidak dapat ditunda, Baja harus pergi
kekampus untuk kuliah. Aku putuskan untuk ikut dia ke kampusnya dan
mendengarkan cerita lainnya lagi. Baja kalau menyetir motor kencang sekali
seperti pembalap. Tapi anehnya dia bisa mengendarai kencang sambil bercerita
banyak hal di jalan.
Waktu itu Tahun 2012, aku duduk di bangku
kuliah semester 1 dan Baja baru naik ke kelas 3 SMA. Baja dikenalkan oleh
temannya kepada seorang Bandar Narkoba yang memberinya pekerjaan dengan bayaran
yang cukup menggiurkan. Tugasnya hanyalah mengantar 10 ons Sabu-Sabu dari
Jakarta ke Bogor dengan bayaran 7 juta. Sabu-Sabu itu diselipkan di ikat
pinggangnya selama perjalanan. Ia mengendarai motor dengan sangat waspada
karena saat itu resikonya adalah masuk penjara atau mati. Masuk penjara jika
sewaktu-waktu ia tertangkap polisi di jalan. Dan resiko mati adalah karena Baja
tahu saat itu ia sedang diikuti anak buah dari Bandar Narkoba yang memberinya
pekerjaan tersebut. Baja bilang ia tidak bisa percaya begitu saja pada anak
buah Bandar narkoba itu, meskipun ia dikawal dan diawasi.
“Kita nggak pernah tau,
namanya penjahat, ya jahat. Aku nggak bisa percaya sama mereka gitu aja,
makanya dijalan aku berusaha menghindar dari mereka sampai mereka nggak bisa
ngikutin aku,” Katanya.
“Kenapa?”
Tanyaku
“Ya
bisa aja kan mereka malah berniat jahat, iya kalau aku diikutin Cuma diawasin,
kalo dijalan aku dibunuh, gimana? kan lumayan mereka bisa bawa kabur barangnya
terus bilang sama bosnya kalo aku ketangkap polisi dijalan. Nah kalo udah gitu
mereka untung 10 ons sabu dong.” Jelasnya kepadaku.
Sebenarnya ini yang
kedua kalinya Baja mengantar barang haram itu demi bayaran yang cukup
menggiurkan. Tapi disisi lain, Baja melakukan itu karena terpaksa. Baja harus
dapat uang untuk biaya masuk kuliah. Sekali lagi, Bagaimana kita bisa
menghakimi seseorang yang menjadi tangan kanan Bandar narkoba jika kita hanya
mengetahui kejadiannya, bukan mengalaminya? Bagaimana kita bisa tahu rasanya
jadi dia?
“Aku
juga nggak mungkin kerja gituan selamanya. Itukan karna pas lagi kepepet. Iya
kalo mulus terus, kalo waktunya apes?” Pungkasnya.
“Orang
yang udah punya pengalaman, tau asinnya garam, pasti untuk kedepannya dipikirin
dua kali kalo mau ngelakuin sesuatu. Orang yang udah pernah jatuh ke lubang,
trus jatuh lagi ke lubang yang sama, itu berarti dia bodoh.” Imbuhnya.
Aku terus
memperhatikannya berbicara dan mendengarkan baik-baik setiap perkataanya.
Sampai sekarang aku tidak bisa menemukan alasan yang baik untuk aku bisa
sependapat dengan mereka yang bilang bahwa Baja itu salah besar, Baja itu
buruk, dan Baja itu akan tetap buruk sampai kapanpun. Aku bingung harus mencari
kebencian dari titik mana lagi agar aku bisa berfikir sama seperti mereka
diluar sana yang banyak berfikir negatif tentang Baja.
Aku bertanya pada Baja
bagaimana dengan mereka yang suka menjudge seenaknya. Dia bilang dia tidak
perduli, dia hanya perlu buktikan kalau dia tidak seperti yang orang lain katakan.
Dia hanya perlu buktikan bahwa dia bukan Baja yang dulu. Sepertinya setiap
manusia punya masa lalu yang tidak sempurna, dan itu wajar karena manusia bukan
Tuhan. Sepertinya sangat bodoh sekali mereka yang terus-terusan berkutat dengan
judgment dan rasa kecewa nya berlarut-larut, toh itu tidak terjadi lagi hari
ini, toh manusia hidup dihari ini, bukan di masa lalu.
Aku bertanya lagi pada
Baja, apa semua judgment itu jadi semakin mengurangi kebahagiaannya, dan dia
jawab “tidak”. Baja bilang kebahagiaan itu nggak dikasih, tapi kita sendiri
yang buat. Tergantung manusianya mau bahagia atau tidak. Kalau Baja, dia tidak
mau terlalu memikirkan semua judgment itu sehingga sampai sekarang dia merasa
bahagia-bahagia saja.
Baja Yang Sekarang
Baja, Baja, mungkin
semesta benar-benar berharap kamu jadi kamu yang baru. Baja, Baja, mungkin
hidupmu tidak sesempurna yang mereka tuntutkan terhadapmu. Tapi Baja, Kamu
bertahan dan membuktikan kamu yang sekarang bukan seperti kamu yang dulu. Suatu
saat waktu yang akan menunjukkan. Suatu saat mereka tidak akan mengenangmu sebagai
seorang maling lagi, atau berandalan lagi, atau tangan kanan Bandar narkoba
lagi.
Aku percaya, setiap
hal, bahkan kriminalitas, punya alasan tersendiri mengapa itu muncul dan
menjadi bagian dari semesta. Dan setiap orang memiliki realitas yang berbeda-beda,
tapi aku percaya hanya ada satu fakta.
Baja yang sekarang
hanya ingin fokus dengan kuliah dan pekerjaannya. Baja kuliah di salah satu
sekolah tinggi ilmu ekonomi di Surabaya dan mengambil kelas malam. Sedangkan
pagi hingga sorenya ia bekerja di salah satu dealer motor di Sidoarjo. Sekarang
tujuan hidup Baja adalah fokus untuk kuliah, cita-citanya menjadi musisi, dan
pekerjaannya untuk meraih kesuksesan dimasa depan. (Rosa Brigitta
Angelina Ayudila)
Komentar